BLITAR - Mengawali tahun 2014,ironis memang kondisi negeri ini. Betapa tidak, kita disuguhi berita yang cukup memprihatinkan, yakni perkosaan dan pelecehan seksual yang marak terjadi dimasyarakat. Tidak tanggung-tanggung bahkan pelakunya adalah pihak yang seharusnya memberikan keteladanan/memberi jaminan keamanan.
Sebagaimana yang diberitakan di www.tribunnews.com(23/1/2014). Seorang remaja 14 tahun yang mengadukan kasus penculikan dan perkosaan atas dirinya kepada salah satu anggota dewan di Lampung untuk meminta bantuan penyelesaian hukum. Namun, korban bukannya dibantu untuk penyelesaian hukum, malah diperkosa secara bergilir oleh anggota dewan tadi bersama 6 teman lainnya.Selain itu Pelecehan seksual juga terjadi di Halte Busway Harmoni.Dan parahnya itu dilakukan oleh empat petugas Bus Transjakarta yang seharusnya justru melindungi penumpangnya (Merdeka.com Selasa 21/1).
Fakta-fakta ini sebenarnya bukan hal yang baru dalam kasus pelecehan seksual.Bahkan ini menambah daftar kasus-kasus sebelumnya yang bisa jadi ini merupakan fenomena gunung es.
Kalau kita lihat memang masalah ini tidak berdiri dengan sendirinya,sehingga dibutuhkan peran dari semua pihak untuk menyelesaikannya,baik dari individu, masyarakat maupun para penegak hukumnya. Masalah ini bisa dicegah atau diminimalisir,dengan mengetahui akar permasalahannya.Kalau kita lihat, maraknya kasus seperti ini bisa jadi karena Pertama,ringannya sanksi hukum bagi pelaku kejahatan ini,sehingga tidak menjadikan jera pelakunya.Kedua,lemahnya penegakan hukum atau supremasi hukum.Ketiga,tidak adanya social control.Ketika tiga faktor ini bermasalah maka yang terjadi adalah terwujudnya iklim yang kondusif bagi para pelaku kejahatan seksual.Dan itu saat ini yang kita rasakan pada masyarakat kita.
Islam mempunyai cara yang khas untuk mengatasi masalah seperti ini.Islam menganggap bahwa perkosaan dan pelecehan seksual adalah sebuah kejahatan dan termasuk perbuatan-perbuatan tercela (al-qabih). Dan setiap kejahatan baginya adalah dosa yang harus di beri sanksi baik di dunia maupun di akhirat. Kejahatan sendiri bukan berasal dari fitrah manusia. Kejahatan bukan pula semacam “profesi”yang diusahakan oleh manusia. Kejahatan bukan juga ‘penyakit’ yang menimpa manusia. Kejahatan (jarimah) adalah tindakan melanggar aturan yang mengatur perbuatan-perbuatan manusia dalam hubungannya dengan Rabbnya , dengan dirinya sendiri, dan hubungannya dengan manusia lain (muammalah).
Allah SWT. telah menciptakan manusia lengkap dengan potensi kehidupannya, yaitu meliputi naluri-naluri dan kebutuhan jasmani.Sehingga pada dasarnya manusia melakukan perbuatan itu dalam rangka pemenuhan terhadap potensi kehidupannya. Dan pemenuhan potensi itu sangat dipengaruhi oleh rangsangan baik dari dalam maupun luar manusia.
Itulah sebabnya kejahatan itu terjadi bukan sekedar karena niat pelakunya tetapi juga karena adanya kesempatan.Sehingga mengatasi kejahatan ini sebenarnya adalah bagaimana memikirkan supaya manusia tidak memiliki niat untuk melakukan kejahatan dan menciptakan iklim yang tidak memberikan kesempatan manusia untuk melakukan kejahatan. Untuk itulah kenapa tadi disampaikan perlunya kerjasama semua pihak untuk menyelesaikannya,baik dari individu, masyarakat dan negara. Individunya dibekali dengan keimanan dan ketaqwaan. Sehingga dengan keimanan dan ketaqwaan individu ini,tidak akan ada niat atau keinginan untuk melakukan kejahatan.
Masyarakat pro aktif melakukan social control dengan melakukan amar makruf nahi mungkar.Dengan amar makruf nahi mungkar ini juga akan menghilangkan atau meminimalisir kejahatan ini,karena masyarakat merasa peduli dan tidak acuh terhadap kemungkaran yang terjadi.Masyarakat merasa punya kepentingan untuk menghilangkan kemungkaran,karena setiap kemungkaran yang tidak dicegah akan mengundang azab yang merata dan menjadikan doa mereka tidak diterima.
Dan berikutnya yang paling penting adalah peran negara.Negara harus menegakkan hukum,dengan sanksi hukum yang bisa memberikan efek jera.Dan sanksi hukum ini hanya ada pada Sistem Khilafah.Karena persanksian dalam Sistem Khilafah mempunyai dua fungsi yaitu sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Sebagai zawajir, karena mampu mencegah manusia dari perbuatan dosa dan tindakan pelanggaran. Sebagai zawabir karena dapat menebus sanksi akhirat. Sanksi akhirat bagi seorang muslim akan gugur oleh sanksi yang dijatuhkan Negara (khilafah) di dunia. Dalilnya adalah apa diriwayatkan oleh Bukhari dari ‘Ubadah bin Shamit r.a. berkata:
“Kami bersama Rasulullah SAW. dalam suatu majelis dan beliau bersabda, “Kalian telah membai’atku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, tidak mencuri, tidak berzina, kemudian beliau membaca keseluruhan ayat tersebut. “Barang siapa di antara kalian memenuhinya, maka pahalanya di sisi Allah, dan barangsiapa mendapatkan dari hal itu sesuatu maka sanksinya adalah kifarat (denda) baginya, dan barang siapa mendapatkan dari hal itu sesuatu, maka Allah akan menutupinya, mungkin mengampuni atau mengazab.”
Hadits ini menjelaskan bahwa sanksi dunia diperuntukkan dosa tertentu, yakni sanksi yang dijatuhkan Negara (khilafah) bagi pelaku dosa, dan ini akan menggugurkan sanksi akhirat.
Dengan demikian, tidak ada satu sistem hukum pun di dunia ini yang serupa sebagaimana sistem hukum Islam. Sistem hukum Islam berfungsi sebagai pencegah (zawajir) atas tindak kriminalitas, sekaligus sebagai penebus (jawabir) atas tindakan jahat yang telah dilakukan oleh si pelaku.
Walhasil,sistem yang rusak yang menciptakan iklim kondusif bagi pelaku kejahatan harus ditinggalkan dan diganti dengan sistem Islam yaitu khilafah.
Source of voa-islam.com
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/citizens-jurnalism/2014/02/12/29028/maraknya-perkosaan-dan-pelecehan-seksual-buah-sistem-yang-rusak/#sthash.S0hyCOqP.dpuf
No comments:
Post a Comment